Kisah Wig dan Bulu Mata

Kira-kira seminggu yang lalu, saya berkesempatan untuk berkunjung ke sebuah pabrik rambut palsu (baca: wig) yang terletak di Purbalingga. Purbalingga, beberapa tahun ini memang tenar sebagai penghasil bulu mata dan rambut palsu. Ndak main-main, Purbalingga bahkan menjadi produsen kedua barang tersebut yang terbesar nomor dua di dunia.

Nomor dua di dunia! Bayangkan! Apa prestasi positif yang bisa dicapai Indonesia selain yang murni anugerah dari Tuhan? Ndak usah repot-repot mikir apalagi googling, saya juga bingung akan jawabannya.

Nah ketika berkunjung ke pabrik tersebut, pabrik rambut palsu, bukan bulu mata, sang pemilik yang berkebangsaan Korea ini bercerita banyak kepada saya mengenai industri rambut palsu dan bulu mata di Purbalingga.

TENAGA KERJA

“Susah cari pembantu di Purbalingga, Mas!”, ujar si bos rambut palsu kepada saya. Ya di sekitaran kota Purbalingga memang akan sulit untuk mencari pembantu rumah tangga. Kenapa? Karena kebanyakan tenaga kerja yang tersedia di Purbalingga (diluar yang menjadi kaum urban di Jakarta), akan lebih memilih menjadi buruh pabrik bulu mata atau rambut palsu ketimbang menjadi pembantu rumah tangga.

Jumlah tenaga kerja di bidang ini memang tak main-main. Konon mencapai 22 ribu pekerja lebih. kebanyakan perempuan. Dan dalam usia di bawah 40 tahun.

Tak butuh ketrampilan khusus atau strata pendidikan tertentu untuk bekerja di dua bidang tersebut. Yang dibutuhkan hanyalah keuletan dan semangat serta (tentu saja) mata yang sehat. Karena baik membuat rambut palsu atau membuat bulu mata palsu dibutuhkan mata yang sehat serta ketahanan mata yang luar biasa.

MATA, UANG DAN KESEJAHTERAAN

Dilihat dari kerumitannya, berdasarkan informasi yang diberikan oleh si Bos Korea, pembuatan wig alias rambut palsu lah yang lebih rumit dan membutuhkan pelatihan lebih dari pembuatan bulu mata palsu.

Sehingga sangatlah susah untuk mendapatkan pekerja di bidang pembuatan rambut palsu dibanding dengan bulu mata. Saya tak berani menuduh bahwa mereka malas, karena ini toh berdasarkan kesaksian bos wig. Lagipula tingkat kesejahteraan antara pekerja bulu mata dan rambut palsu tidaklah jauh berbeda.

Mencari kemudahan tentu bukan monopoli buruh bulu mata semata bukan? Saya juga.

Dan banyaknya perusahaan yang bergerak di bidang ini di Purbalingga, konon menyebabkan para pekerjanya sedikit arogan. Ya, kalo di tempat lain bos bisa semena-mena, di industri ini (di Purbalingga), menurut pengakuan Bos Korea, pekerja lah yang sering arogan.

Arogannya begini, Bos sama sekali tidak boleh memarahi pekerjanya karena saking banyaknya perusahaan sejenis, pekerja bisa dengan mudahnya berpindah tempat kerja.

“Pernah mas, pagi-pagi saya marahin, eh siangnya sudah masuk (kerja) di pabrik sebelah!!”, ujar si Korea.

Tapi arogansi kelas bawah tentu saja terbatas. Bos tetap berkuasa soal penghasilan bagi pekerjanya. Di balik gegap gempita soal betapa Purbalingga menjadi kota tempat investasi, muncullah pertanyaan besar. Siapa yang diuntungkan?

Pangsa pasar bulu mata dan wig sangatlah besar. Tak pernah surut, jika boleh dikatakan demikian. Mungkin kebotakan makin ngetren dan makin panjang bulu mata makin pede-lah sang pemiliknya.

Purbalingga memang menjadi sangat ramai. Ramai motor. Silakan berkendara di pagi hari atau di sore hari kala para pekerja berangkat dan pulang kerja. Sampeyan akan takjub dengan debur-ombak-sepeda-motor yang sedemikian banyak.

Bolehlah jika itu dikatakan sebagai peningkatan kesejahteraan. Sepeda motor bukan lagi bawang mewah, bahkan untuk ukuran kota kecil seperti Purbalingga. But at what cost?

“Rata-rata pekerja di sini hanya bisa sampai umur 35, Mas! Lebih dari itu, sudah ndak kuat lagi (matanya).”

Penjelasan itu begitu membuat trenyuh. Selain saya masih sangat kurang bersyukur atas pekerjaan yang saya geluti saat ini (beserta penghasilannya), terbayang betapa beratnya sebuah pekerjaan yang membutuhkan tumbal salah satu indera. Indera penglihatan.

“Satu sampai satu setengah. Bahkan lebih, Mas!”, ujar Bos Korea saat saya tanya penghasilan rata-rata pekerjanya.

Lalu bagaimana pemerintah daerah dan pejabat yang berwenang menanggapi hal ini. Apa langkah konkritnya? Entahlah, saya kurang tahu.

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=QXGWGc7qAHs]

 

Kemarin, Mas Bowo, penggiat film lokal di Purbalingga berbagi link video mengenai nasib buruh pabrik bulu mata. Film pendek berjudul “Mata Buruh” yang diunggah oleh Cinema Lovers Community Purbalingga ini digarap dengan sangat serius dan apik. merinding saat saya menontonnya. Sebuah gambaran polos di balik gemerlap makhluk bernama investasi.

Mungkin inilah yang namanya: “Ketika bulu mata dan rambut palsu pun seperti pedang, bermata dua!”.

BAHAN BACAAN:

KETERANGAN GAMBAR:

  • “Cari Kerja Jadi Begitu Mudah”, diambil dari sini.

4 thoughts on “Kisah Wig dan Bulu Mata

Leave a Reply

Your email address will not be published.