Tujuh tahun adalah waktu yang cukup lama bagi sebuah band yang baru punya satu album untuk kemudian merilis album kedua. Waktu yang teramat panjang bagi sebuah band rock untuk mengumpulkan ide dan materi di sela-sela jadwal tur dan manggung di sana-sini. Tapi juga waktu yang sangat luang bagi mereka untuk disorientasi, jenuh dan amnesia.
Adalah The SIGIT, yang beberapa waktu lalu merilis album kedua mereka dengan tajuk “Detourn”. Bagi yang ndak kenal, The SIGIT itu band asli Indonesia, keliatan kan dari akronimnya? Tapi ‘The SIGIT’ sendiri mempunya kepanjangan “The Super Insurgent Group of Intemperance Talent” yang ditulis The S.I.G.I.T. atau lebih mudahnya The SIGIT.
Awal perkenalan saya dengan musik The SIGIT itu pada tahun 2007 dimana mereka merilis setahun sebelumnya album perdana dengan judul “Visible Idea of Perfection”, saat dimana musik dalam negeri kala itu dikuasai oleh band-band komersil yang (maaf) menjijikkan.
Hadirlah empat orang dengan energi luar biasa, vokalis sekaligus gitaris Rektivianto Yoewono, gitaris Farri Icksan Wibisana, bassist Aditya Bagja Mulyana, dan drummer Donar Armando Ekana. Musikalitas mereka yang langsung saya suka itu konon mempunyai tiga formula: riff bertumpuk teratur yang seolah mencuci otak, refrain melengking yang mengundang birahi penonton konser untuk ikut teriak dan balada picisan yang menyayat hati. Dan dalam bahasa Inggris, sodara-sodara sebangsa dan setanah aer!!!
Album ‘Detourn’ hadir dan langsung menggoreskan kesan dalam hati saya: “Anj*ng! Ini sih The SIGIT banget!!”. Ya, bisa dibilang formula album kedua ini tak jauh berbeda dengan album pertama, hanya saja disana-sini masih ada letupan-letupan mengagetkan yang sama sekali tak terduga.
“Detourne” adalah lagu di nomor pertama album ini, hadir pelan dan pasti dengan bunyi-bunyian seperti berbicara: “Hai, kawan-kawan, apa kabar? Lama tak jumpa. Siap? Yuk!”, lalu langsung tancap gas. Lagu hadir dengan cepat dan keras untuk kemudian saya dikejutkan dengan kehadiran suara saxophone di tengah-tengah lagu. Kejutan yang menyenangkan. Genit.
Lagu kedua “Let The Right One In” hadir seperti lagu sisa di album sebelumnya. Anda akan langsung mengenalinya sebagai The SIGIT era “Visible Idea of Perfection”. Tipikal lagu yang akan membuat anda ngangguk-angguk dan menghentakkan kaki ke lantai. Kurang ajar mereka itu!
The SIGIT baik hati dengan memberikan lagu slow bernuansa akustik dua buah sekaligus di track ke lima dan ke sembilan, “Owl and Wolf” yang cocok untuk mereka yang galau dengan kejombloan mereka dan “Ring Of Fire”. Sayangnya, “Owl and Wolf” dirasa terlalu panjang durasinya, seringnya saya skip di tengah lagu.
“Red Summer” hadir unik dengan dibuka (dan diakhiri) dengan semacam gumaman suku pedalaman yang mungkin dibuat secara ‘backmasking’, setelah beberapa saat masuklah gebukan drum, dilanjutkan dengan bass dan gitar. Ciamik.
Dan lagu favorit saya adalah “Conundrum” di track paling bontot dengan durasi 6 menit 18 detik. Bagi saya ini adalah lagu terbaik setelah penantian yang lama. Bisa dibilang, saya ejakulasi mendengarkan lagu ini.
Akhir kata, jika ada mendengarkan album “Detourn” ini, anda harus patuh dengan instruksi yang dicetak di sampul album The SIGIT:
“TO ACHIEVE THE MAXIMUM ENJOYMENT, PLAY THIS RECORD AS LOUD AS POSSIBLE”.