Ada lelaki di kampungku, jatuh cinta kepada hujan.
Kau bisa lihat wajahnya girang saat hujan datang.
Hujan macam apapun.
Gerimis, hujan monyet, deras atau hujan badai pun selalu menyisakan sunggingan senyum di wajahnya.
Sesuatu yang jarang nampak di wajahnya.
Yang kucintai itu hujan, bukan badainya, tapi hujan badai tetaplah hujan, jadi tetapsaja aku jatuh cinta, ujarnya padaku suatu hari.
Suatu waktu hujan datang, aku berteduh dan mengutuk hujan,
Kulihat lelaki itu telanjang menari-nari seirama hujan.
Aku sibuk membenci, dia sibuk bercinta, mencinta.
Aku mencaci, dia memuji.
Aku mencela, dia memuja.
Caranya mencinta nampak begitu sederhana,
Tapi begitu pelik buatku.
Dalam doa, kuselipkan satu untuknya.
Semoga hujan jatuh cinta juga padanya.
Karena doa, selalu pantas dipanjatkan pada mereka yang riang dalam sepi.
TAMBAHAN:
Seorang kawan dari Cilacap rupanya bersedia membaca puisi saya ini dan mnegunggahnya di akun soundcloud miliknya, jika sudi, mampirlah ke sini.