DPO: The Repyuw

Lupakan The Raid! Ini eranya DPO. Detachment Police Operation!

Saya beruntung hidup di jaman dimana dunia perfilman Indonesia menghadirkan film semacam The Raid, meski ceritanya klasik dan bisa dibilang standar untuk ukuran film laga aksi lawas, tapi hadir secara moderen dan habis-habisan.

Ada masa di mana kita menepuk dada dengan bangga karena karya anak bangsa dihargai, bahkan hingga di luar negeri. Rating The Raid pun tak main-main di laman internet yang kerjanya meratifikasi film secara 2.0, namanya juga era web 2.0.

csy-6egvuaaov-o

Gegap gempita soal The Raid (lalu dirilis juga sekuel yang berjudul The Raid: Redemption) sedikit banyak menguburkan film-film lain yang bergenre sama. Azrax contohnya. Seperti halnya The Raid, Azrax juga bercerita soal penegakan hukum. Tak tanggung-tanggung, Azrax tak cukup beradegan indoor, tapi sampai Hong Kong. Bisa dibilang, Azrax itu film laga Indonesia nomor satu, dari Hong Kong!

Bahkan tema yang diangkat kali ini juga tak main-main. Bukan gembong narkoba seperti The Raid, Azrax mengangkat isu ‘human trafficking’. Up to date juga mendidik dan meluaskan wawasan. Bukan?

Soal Azrax tak banyak penontonnya dibandingkan dengan The Raid, itu murni ketololan penikmat film kita saja. Ingat, jumlah penonton tak menunjukkan kualitas sebuah film. Banyak yang kecewa ketika Azrax diputuskan untuk tidak hadir dalam bentuk DVD atau VCD karena memang menurut Aa Gatot film kolosal tidak dirilis dalam bentuk DVD.

Forum-forum dunia maya banyak yang penasaran dengan Azrax. Tak seperti The Raid yang mudah saja bagi kita mendapatkan filmnya secara ilegal dengan mengunduh, Azrax seperti ditelan jaman. Saya pun mencari-carinya, dan berujung masygul.

Maka ketika beredar poster film DPO (yang juga diperankan oleh orang yang sama oleh pemeran Azrax), saya tertarik luar biasa untuk menontonnya. Penantian yang cukup lama, akhirnya film itu dirilis pada hari ini dan saya berkesempatan menontonnya.

Film ini kisahnya sederhana, kayak The Raid, tapi alih-alih syuting di rumah susun kumuh, DPO mengambil lokasi di perkampungan kumuh, mungkin menghindari angkat-angkat kamera dan perekam suara naik-turun tangga.

Azrax yang di film sebelumnya memerankan Gatot Brajamusti, kini memerankan tokoh bernama Kapten Sadikin. Seorang polisi kawakan yang sudah punya anak, menantu dan cucu, tapi masih energik dan ‘setil’ serta ‘mbois’ luar biasa.

Meski digambarkan tegas dan jago bela diri, Kapten Sadikin ini akrab dengan anak (atau menantu, gak jelas) yang juga seorang polisi seperti dirinya. Buktinya ada adegan dimana Kapten Sadikin sedang push-up di dalam rumah tapi matanya ditutupi (gak tahu juga kenapa), lalu ada orang bertopeng masuk ke rumahnya dan langsung menyerangnya. Tapi ini enteng saja buat Kapten Sadikin, adegan diakhiri saling peluk mesra, setelah mereka berdua membuka topeng masing-masing.

Sedihnya, di awal film sudah diceritakan bahwa tokoh yang akrab dengan Kapten Sadikin langsung dibunuh oleh para penjahat. Sang Kapten sedih luar biasa, seperti ditinggal pas lagi sayang-sayangnya. Nah film ini berkisah tentang upaya Sang Azrax eh Sadikin untuk mengungkap rahasia kematian rekan polisi (dan sahabat bergumul mesra pake topengan) itu, yang aslinya gak rahasia-rahasia amat.

Kapten lalu minta ijin sama Bosnya untuk mengusut tuntas kasus kematian polisi ini. Si Bos bilang gak ngijinin tapi gak ngelarang juga. Si Bos jadi kayak pacar yang bilang ‘terserah’. Si Bos lalu bilang, bahwa Azrax, eh Sadikin boleh ngusut kasus ini dengan syarat, dia harus menggunakan sumber daya manusia di luar kantor sang Kapten dan si Bos.

Makanya dijuduli Detachment Police Operation, karena intinya soal satgas khusus, yang gak resmi tapi agak-agak resmi, kayak TTM-nya polisi lah.

Gak perlu waktu lama bagi Kapten Sadikin untuk mengumpulkan timnya, wong cuman empat orang, satu cewek, sisanya cowok. Namanya Julie, Ganta, Tatang dan Andi. Selain pandai memilih anggota tim, Kapten Sadikin juga ternyata punya kenalan tukang cutting sticker yang handal. Buktinya dia langsung punya mobil Hummer yang di pintunya ada stiker besar berupa logo DPO.

Sekarang paham kan? Misi gak resmi tapi punya logo yang terang-terangan. Top!

Keberuntungan ada di pihak Kapten Mukidi, maksud saya Sadikin, karena begitu tim dibentuk untuk mencari tahu siapa di balik pembunuhan anggota polisi, muncullah tokoh interpol yang bilang Satam-lah pelakunya.

Satam adalah penjahat dari Thailand yang kabur dari negaranya, lalu buka usaha di Indonesia, mungkin karena UMR-nya lebih murah untuk jenis pekerjaan penjahat kelas teri. Maklum, penjahat sekaliber Satam kan butuh punya anak buah yang tak sedikit, minimal sejumlah pemuda Karang Taruna sebuah desa.

Tim DPO langsung menuju desa kumuh tempat Satam bersembunyi, guna mencari tahu siapa sebenarnya Satam itu, meskipun sebelumnya sudah di-briefing oleh Interpol. Dan meski bilangnya ini operasi pengumpulan informasi, tim DPO tak segan-segan menghabisi preman yang mereka temui. Juga ketika berada di pusat keramaian, meski sebelumnya bilang terlalu berbahaya untuk bertindak karena ditakutkan akan timbul korban dari masyarakat sipil yang tak bersalah, tim DPO tak ragu sedikitpun untuk menembak membabi buta.

Meski lokasi kampung di mana Satam bersembunyi sudah jelas, dan tim DPO ini terdiri dari tim elit, bukan berarti menangkap Satam adalah hal yang mudah. Tim DPO sempat nyasar lho! Makanya sejak awal Kapten Sadikin menginstruksikan kepada para anak buahnya untuk tetap bersama-sama dan jangan sampai ada anggota yang tertinggal. Habis ceramah itu, dia lalu menyuruh anak buahnya berpencar. Biarin aja… tim-tim dia ini!

1356933_20160325092017

Preman-preman kampung ini luar biasa, selain tangan kosong, mereka juga bersenjata tajam semacam parang, belati, clurit, karambit, pistol bahkan senapan Uzi. Juga ada yang menggunakan smoke-grenade, yang digunakan seperti cara yang dipakai para ninja untuk menghilang dari hadapan musuhnya.

Preman ini juga digambarkan sadis luar biasa. Misalnya pas tim DPO terkepung di sebuah gudang, ketika para preman hendak menghajar tim DPO, pimpinan premannya berteriak melarang lalu bilang bahwa dia tak ingin tim DPO mati dengan cepat. Kapten Sadikin harus mati perlahan dan menderita, jangan langsung dibunuh, katanya. Persis setelah pidato maha penting itu, dia teriak lagi, menyuruh para preman untuk lekas membunuh tim DPO.

Tim DPO tentu tak kalah hebat, sebagai tim elit, mereka juga bersenjata lengkap. Pisau dan pistol. Tapi bukan tim elit namanya kalau tidak bisa berimprovisasi. Contohnya Julie, satu-satunya anggota tim yang perempuan, sempat menggunakan sendok makan guna membunuh dua preman.

Juga Tatang, anggota polisi yang juga gemar cari penghasilan tambahan dengan ikut pertarungan liar ini mampu mengalahkan puluhan preman sekaligus, gara-gara dia ditinggal sendirian oleh teman-temannya.

Dialog-dialog film ini juga mengalir dengan baik, dalam artian mudah dicerna daalam tatanan bahasa Indonesia yang nyaris baku dan nyaris sempurna. Kalian tahu acara televisi swasta yang bertajuk Bocah Petualang? Nah kalimat-kalimatnya seperti itu. Ciamik!

Selain tokoh-tokoh utama dewasa, ada tiga tokoh anak-anak yang menjadi kunci cerita film ini. Dan meski tokoh-tokoh dewasanya bernama Sadikin dan Tatang serta Satam, nama tokoh anak-anaknya berkesan modern dan kekinian. Oliver, Edward (panggilannya Eddie) dan Luca.

Buat kalian yang kurang bisa berbahasa Indonesia, jangan kuatir, film ini dilengkapi dengan subtitle bahasa Inggris.

Film ini tetap menghadirkan tokoh yang membumi dan tidak over-powered, makanya jangan heran meski sudah di penghujung film, tokoh utama film ini masih mempunyai dialog semacam: “Kamu tahu di mana rumah Satam?”, karena jagoan juga manusia biasa, bukan?

Film ini juga penuh kejutan. Misalnya ketika ujug-ujug istrinya Kapten Sadikin udah ada di markas Satam dalam kondisi babak belur akibat disiksa oleh anak buah Satam. Atau soal Interpol yang mati diracun entah biar apa. Dan juga soal bosnya Kaptena Sadikin yang juga mati diracun, dan juga entah karena apa.

Pada akhirnya Kapten Sadikin menemukan persembunyian Satam, dan meski sudah hampir kalah, jangan harap Satam yang diperankan oleh Torro Margens mau mengalah begitu saja. Dengan gagah dia sesumbar:

“Saya memang suka melihat pertarungan, tapi kamu telah menghabisi hampir seluruh anak buah saya, dan istri kamu sudah saya culik, jangan macam-macam! Sebenarnya saya bisa saja menghabisi istri kamu kapan saja… Saya juga bisa menghabisi kamu sejak awal, tapi kamu menghabisi hampir seluruh anak buah saya, tapi karena saya ini menyukai pertarungan, maka kamu harus menghadapi seluruh sisa anak buah saya sampai mati!!!”

Kurang lebih demikian lah dialognya yang berhasil saya tangkap. Membingungkan? Tidak logis? Kamu pikir film Betmen atau Supermen itu masuk akal? Pake sayap merah bisa terbang, pake sayap hitam gak bisa terbang, itu masuk akal? Gak bingung? Gak fair kamu!

Sudah, tonton saja filmnya. Ntar nyesel lho kayak pas gak sempet nonton film Azrax dulu. Saya sendiri sangat terhibur dengan film ini, setelah sehari sebelumnya saya menonton Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss Part 1 dan baru tertawa terpingkal di ujung film, di bagian yang ‘dibuang sayang’.

Eat that, Gareth Evans!

3 thoughts on “DPO: The Repyuw

Leave a Reply

Your email address will not be published.